jump to navigation

PIDATO KETEGARAN ZAINAB BINTI ‘ALI BIN ABU THALIB ra 25 Juli 2010

Posted by yopie noor in Syair dan Puisi.
Tags: , , ,
add a comment

(setelah pertempuran di front agung Karbala, Zainab binti ‘Ali bin Abu Thalib ra, satu dari beberapa tawanan yang selamat dari keturunan Rasulullah saw, menjawab olok-olok Yazid bin Muawiyah, Khalifah bani Umayyah waktu itu, yang sambil mengguris-guris gigi Husin dengan tongkatnya, ia berkata: “Kiranya nenek moyangku yang gugur di perang Badar dahulu, dapat menyaksikan…”.).

“Maha Benar Allah, wahai Yazid !

“kemudian kesudahan orang orang yang jahat itu adalah buruk, bahwa mereka mendustakan ayat-ayat Allah, dan selalu memperolok-olokkan ayat-ayat itu”.
(QS. Ar Rum: 10).

Apakah engkau mengira, wahai Yazid,
bahwa pada waktu kami disiksa, di atas bumi dan di kolong langit ini,
sehingga kami digiring seperti menggiring tawanan,
apakah engkau mengira, bahwa Allah telah menghinakan kami dan memuliakan engkau?

Engkau mengira bahwa itulah tanda kebesaran dan kewibawaanmu,
lalu engkau mengangkat hidungmu tinggi-tinggi,
merasa kagum melihat kebesaranmu,
merasa riang gembira karena melihat dunia ini dijalin untukmu,
dan segala urusan disusun dibawah telapak kakimu?

Sungguh jika Allah membiarkan engkau,
maka hal itu hanyalah sesuai dengan Firman-Nya,

“janganlah orang-orang kafir itu mengira bahwa Kami memperlambat siksa mereka itu untuk kebaikan bagi diri mereka, sesungguhnya kami memperlambat siksa mereka itu supaya dosa mereka bertambah banyak, dan untuk mereka itulah siksa yang hina”.
(QS. Ali Imran: 178).

Apakah termasuk keadilan, wahai putra wanita yang bebas,
bahwa engkau menempatkan putri-putri dan dayang-dayangmu dalam kamar pingitan,
lalu engkau menggiring putri-putri Rasulullah saw sebagai tawanan,
engkau merobek tabir yang melindungi mereka,
membuat suara mereka sampai parau karena menangis,
dalam keadaan bersedih hati dibawa lari oleh unta,
terbuka diatasnya,
dipersaksikan dengan bersorak sorai oleh musuh-musuh mereka,
dari satu kota ke kota lain,
tidak ada yang mengawasi dan mengurus penginapan mereka,
dipandang sepuasnya oleh orang-orang yang jauh dan yang dekat,
tanpa didampingi seorangpun laki-laki yang dewasa,
yang dekat hubungan kekeluargaanya dengan mereka.

Pantaskah engkau berkata: “kiranya nenek moyangku yang gugur dalam perang Badar itu dapat menyaksikan…”,
tanpa merasa berdosa, tanpa merasa segan,
sambil mempermainkan gigi Abu Abdullah, Husin, dengan tongkatmu?
Kenapa pula tidak pantas ya,
memangnya engkau sudah membuat luka itu bernanah kembali,
engkau sudah menumpas kami sampai ke akarnya,
dengan menumpahkan darah-darah yang suci ini,
darah bintang-bintang bumi keturunan Abdul Muthalib?

Sungguh, kelak engkau juga akan kembali kepada Allah, seperti mereka ini,
dan pada saat itu engkau akan ingin, menjadi orang yang bisu dan buta…!

Wahai Yazid !
Engkau hanya merobek kulitmu sendiri dan menancapkan tombak kedalam dagingmu sendiri !

Mau tidak mau kelak engkau akan datang menghadap Rasulullah saw,
dan akan menemukan keluarga-keluarga beliau berada di sekelilingnya,
di hadirat Ilahy Yang Maha Kudus,
disaat-saat Allah menghimpunkan kembali,
kesatuan mereka setelah sekian lama terpisah-pisah,

“janganlah engkau mengira bahwa mereka yang terbunuh di jalan Allah itu sudah mati, malahan mereka hidup, mendapat rezeki dihadapan Tuhan mereka”. (QS. Ali ‘Imran: 169).

Engkau dan orang yang menempatkan engkau pada jabatanmu ini,
dan yang memberi kesempatan kepadamu untuk berleluasa terhadap jiwa kaum Muslimin,
semuanya kelak akan tahu,
pada saat kita diadili,
disaat Hakimnya adalah Tuhan kami,
dan lawanmu bertengkar adalah Kakek kami,
kelak anggota-anggotamu akan menjadi saksi terhadap kejahatanmu,
engkau akan tahu siapa diantara kita yang lebih buruk tempatnya dan lebih lemah pasukannya….!

Jika di dunia ini engkau merasa menang,
kelak di akhirat engkau akan kalah,
disaat-saat engkau hanya menghadapi perbuatan yang telah engkau lakukan;
engkau akan minta tolong kepada putera Marjanah, Ubaidullah ibn Ziyad,
dan dia juga akan minta tolong kepadamu !

Engkau kelak akan menjerit di hadapan timbangan pahalamu,
karena engkau akan menemukan disana,
bahwa perbekalan yang paling bermutu,
yang akan engkau bawa kesana adalah membunuh keturunan Nabi Muhammad saw.

Sungguh, demi Allah, saya tidak takut kecuali kepada Allah,
maka dari itu perbuatlah tipu dayamu sekuat tenagamu dan sekuat hatimu !

Sungguh, demi Allah,
tidak akan tanggal dari badanmu celaan terhadap perbuatanmu kepada kami selama-lamanya”.

(at-Thabary dan Ibnu Atsir berkata: “… rakyat Kufah diam membisu, setelah mendengar suara Zainab itu, selama dua tiga bulan, mereka merasa seolah-olah dinding rumahnya berlumuran darah, setiap terbitnya matahari, sampai matahari itu naik… !).

sumber: as-Saiyidatu Zainabu, Bathalatu Karbila’
Prof. Dr. ‘Aisyah Abdurrahman Bintusy Syathi’

Cinta Karena-Mu 19 Juni 2010

Posted by yopie noor in Syair dan Puisi.
Tags: , , , , , , , ,
6 comments

Cinta Karena-Mu


Paras ayunya,
tiada lain hanyalah karena Engkau itu Indah,
Engkau menyukai keindahan.


Akhlak karimahnya,
tiada lain hanyalah karena itulah hidayah,
yang berasal dari-Mu jua.


Ia taat,
ia tunduk padaku,
karena begitulah adab yang Engkau ridhoi.


Maka bagaimanakah aku bisa menyintainya…

jika bukan karena-Mu.

Syair yang Dihubungkan Dengan Fatimah az Zahra. 15 Juni 2010

Posted by yopie noor in Muslimah, Syair dan Puisi.
Tags: , , , , ,
add a comment

Rasulullah saw bersabda: “Banyak diantara kaum lelaki yang telah menjadi baik. Sedang diantara kaum wanita, hanyalah Asiah istri Fir’aun dan Fatimah binti Muhammad”. (HSR. Muslim).

Berikut ini beberapa baris syair yang dihubungkan dengan Fatimah az Zahra, yang diucapkan setelah Ayahnya dikebumikan, Fatimah berkata kepada Anas bin Malik, “Bagaimana kamu sampai hati menimbun pembaringan Rasulullah saw itu dengan tanah ?“. Seterusnya Fatimah menangis dan bersyair:

“Segenap ufuk langit menjadi mendung dan keruh,
Matahari yang menyinari siang menjadi redup,
Siang dan malam sama-sama gelap,
Bumi berkabung sepeninggal Nabi saw,
Bumi sering gemetar karena sedih berpisah dengan Nabi saw,
Dunia timur dan barat menangisi Beliau,
Mudlar dan Yaman juga turut menangis,
Demikian juga gunung yang menjulang tinggi,
Serta Baitullah yang mempunyai sudut-sudut dan kelambu,
Wahai Rasul penutup yang sinarnya berkat,
Semoga Tuhan yang menurunkan Qur’an memberi rahmat kepadamu”.


Pada suatu hari, Fatimah tegak di dekat kuburan Nabi saw, kemudian ia mengambil segenggam tanahnya, sambil menangis dan bersyair:

“Bolehkah orang yang telah mencium tanah kuburan Nabi saw,
Untuk tidak usah mencium tipu daya sepanjang masa,
Bencana ditimpakan kepadaku sedemikian rupa,
Andaikata bercana itu ditimpakan kepada siang,
Tentulah siang itu segera berubah menjadi malam”.


Dan pada waktu yang lain, Fatimah bersyair di atas kuburan Nabi saw:

“Sungguh, kami telah kehilangan Ayah,
Seperti bumi kehilangan hujannya,
Semenjak Ayah pergi, wahyu dan Qur’an hilang dari kami !,
Kiranya maut menjemput kami sebelum Ayah pergi,
Tentulah kami tidak merasakan sakitnya ditinggal Ayah,
Tentulah bencana tidak terjadi sepeninggal Ayah…..!”.


Seperti pada postingan yang lalu, tentang pidato Fatimah mengenai ‘Fadak’, Fatimah mengutarakan syairnya yang dua bait, bahar (timbangan syair) dan qafiyah (suku terakhir dari syair)-nya sama dengan syair ini, dengan mengulangi setengah bait dari syair ini, yaitu:

“Sungguh, sepeninggal Ayah telah terjadi…..,
Peristiwa besar yang bercampur aduk,
Andaikan Ayah melihatnya tentu bencana tidak banyak…..!
Sungguh, kami kehilangan Ayah seperti bumi kehilangan hujannya,
Kaum keluarga sepeninggal Ayah sudah berantakan…..,
Ayah…. saksikanlah….. jangan Ayah biarkan…..!”.


Kalau susastra ini dianggap terlalu tinggi untuk Fatimah, maka tidak seorangpun yang hidup pada masanya yang tidak terlalu tinggi kesusastraannya. Karena Fatimah dibesarkan dalam keadaan selalu mendengar kata-kata Ayahnya, Rasulullah saw, orang yang paling tinggi kesusastraannya. Kemudian Fatimah pindah ke rumah suaminya, hidup beberapa tahun disana, mendengarkan kata-kata suaminya, imam Ali bin Abu Thalib ra, seorang yang dinilai sebagai sastrawan, baik oleh simpatisannya ataupun oleh musuh-musuhnya. Demikian juga, Fatimah selalu mendengarkan Qur’an dibaca dengan tartil, dengan bacaan yang indah, baik dalam shalat ataupun di waktu-waktu yang lain. Sedang masyarakat di sekitarnya selalu mempercakapkan bahwa Fatimah sangat mirip dengan Ayahnya, Rasulullah saw, dalam cara berjalan, cara berbicara dan gubahan kata-katanya, malahan di antara mereka ada yang tidak berani berbicara tentang dirinya dengan mudah, tidak mau mengatakan sesuatu tentang Fatimah berdasarkan kemauannya sendiri.

referensi:
FATHIMATUZ ZAHRA WAL FATIMIYYUN
‘Abbas Mahmoud al-‘Akkad.

Syair, adalah bagian dari Syiar Islam yang telah mulai kehilangan eksistensinya. -admin.

Pidato dan Syair Fatimah az-Zahra 6 Juni 2010

Posted by yopie noor in Syair dan Puisi.
Tags: , , , , ,
add a comment

Imam Abul Fadhal Ahmad bin Thahir menerangkan, “Pada waktu Abu Bakar ra memutuskan untuk tidak memberikan penghasilan ‘Fadak’ kepada Fatimah ra, maka Fatimah ra datang dengan sikap pembawaanya yang serius, menyusuri jalan yang biasa dilalui Rasulullah saw, sampai akhirnya masuk ke rumah Abu Bakar ra yang sedang berada ditengah-tengah kaum Muhajirin dan Anshar. Fatimah duduk di tempat yang agak lapang, kemudian ia menangis sehingga menyebabkan orang-orang yang berada disana turut menangis.

Kemudian Fatimah diam sampai akhirnya tangisan orang banyak itupun berhenti dan mereka tenang kembali. Kemudian Fatimah ra mulai bicara dengan mengucap “Alhamdulillah” dan shalawat atas Rasulullah saw, mendengar itu orang banyak kembali menangis. Lalu Fatimah ra berkata,

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari bangsamu sendiri, yang dia merasa berat adanya sesuatu yang menyusahkan kamu, serta ingin untuk menyelamatkan kamu, dan pengasih penyayang kepada kaum yang beriman”. (QS. At-Taubah: 128).

Jika kamu menyelidiki siapakah Rasul yang dimaksudkan itu,
tentu kamu sekalian akan mengerti bahwa beliau itu adalah Ayahku,
bukan ayah salah seorang dari kaum wanita kamu,
Beliaupun saudara sepupu dari anak pamanku,
bukan saudara dari salah seorang pria diantara kamu.

Beliau dahulu sudah menyampaikan peringatan dan sudah berterus terang menyampaikan risalah Tuhan-nya,
menumbangkan tangga tempat naiknya kaum musyrikin,
menghancurkan jalan yang mereka tempuh,
bertindak mengakhiri kemarahan mereka,
menghancurkan berhala,
merubah jalan pikiran mereka,
sampai akhirnya rombongan mereka itu kalah dan mundur.

Lalu malam yang gelap melapangkan waktu untuk terbitnya Shubuh,
dan muncullah kebenaran dan kemurniannya.
Pemimpin agama mulai berbicara,
syetan-syetan pun menghentikan hiruk pikuknya.

Dahulu kamu sekalian berada di tepi jurang neraka,
sasaran untuk direguk oleh siapa saja yang haus,
daerah operasi bagi siapa saja yang ingin berkuasa,
tempat melintas bagi siapa saja yang terburu-buru,
tempat menapakkan segala macam jejak.

Dahulu kamu selalu minum air keruh dan makan daging kering,
hina dan tunduk kepada siapa saja,
selalu takut kalau-kalau disergap manusia-manusia yang berada di sekitarmu.
Kemudian Allah menyelamatkan kamu dengan kebangkitan Rasul-Nya,
setelah terjadi begini dan begitu,
setelah mengalami tantangan orang-orang terkemuka,
dan tokoh-tokoh bangsa Arab serta Ahli Kitab yang fanatik.

Setiap mereka menyalakan api peperangan,
Allah selalu memadamkannya,
dan mencabut tanduk kesesatan,
serta menutup mulut kaum musyrikin.
Rasulullah saw menemui saudaranya di tempatnya bermain-main,
lalu Beliau tidak mau melepaskan saudaranya itu, sebelum menginjak keangkuhannya dengan keagungan Beliau,
dan memadamkan nyala apinya dengan pedang Beliau,
sampai akhirnya ia terdorong untuk dekat kepada Allah swt dan dekat kepada Rasulullah saw,
dan menjadi penghulu di kalangan wali-wali Allah,
sedang kamu semua menjadi hidup dalam suasana yang tenang dan damai.

Sampai akhirnya Allah swt menggabungkan Rasulullah saw dengan teman-teman Beliau sesama para Nabi,
maka segeralah muncul sikap yang munafiq,
terompah agama lalu ditanggalkan,
kesesatan yang dahulu di pendam lalu berbicara kembali,
dan muncullah orang-orang yang dahulu patah semangatnya,
unta-unta pilihan lalu dilepaskan dari kandangnya,
lalu muncul di tengah-tengah perhimpunan,
syetan-syetan menjenguk, mengeluarkan kepalanya dari penguburannya,
berteriak mendorong kamu dan menemukan kamu sekalian memperkenankan seruannya,
memperhatikan saat yang tepat baginya untuk meloncat ke tengah-tengah kamu,
untuk mengajak supaya kamu bergerak.

Lalu syetan itu menemukan kamu ringan langkah untuk mengikutinya,
ia menggerogoti kamu, lalu diketemukannya kamu sekalian segera mengamuk,
segera menangkap unta yang bukan kepunyaanmu,
menggiring unta itu ke tempat minum yang bukan milikmu…

Inilah yang terjadi di kalangan kamu sekalian, padahal Rasulullah saw baru saja wafat,
luka hatiku masih menganga,
dan luka tubuhku pun belum bertaut…

Kamu sekalian mengira bahwa aku tidak mewarisi Ayahku?
Apakah hukum jahiliyah yang akan kamu tegakkan?

“Tidak ada hukum yang lebih baik dari hukum Allah, bagi orang-orang yang yakin” (QS. Al-Maidah: 50).

Wahai orang Islam yang telah hijrah!
Pantaskah harta warisanku dari Ayahku akan diambil secara paksa?
Apakah ada ketentuan di dalam Qur’an bahwa engkau mewarisi ayahmu dan aku tidak mewarisi Ayahku?
Sungguh, kamu telah mengerjakan kesalahan yang besar!
Sungguh, disamping Ayahku dan kamu sekalian ada Qur’an yang tertulis,
yang akan dihadapkan kepadamu di padang makhyar.
Disana Hakim-nya adalah Allah swt,
dan pemimpinnya adalah Nabi Muhammad saw,
bertemunya kelak pada hari kiamat,
dan pada waktu tibanya orang-orang yang bersalah akan merugi.

“Untuk tiap-tiap berita (yang dibawa Rasul-Rasul) itu ada waktu terjadinya; dan kelak kamu akan mengetahuinya…”. (QS. Al-An’am: 67).

Sungguh sepeninggal Ayah telah terjadi,

peristiwa besar yang bercampur aduk,

andaikan Ayah melihatnya tentu bencana tidak banyak…

Sungguh, kami kehilangan Ayah seperti bumi kehilangan hujannya,

kaum keluarga sepeninggal Ayah sudah berantakan,

Ayah saksikanlah…

Jangan Ayah biarkan…

Berkata Abu Fadhal: Saya sudah mengutarakan pidato Fatimah as ini kepada Abu Hasan Zaid bin Ali bin Husein bin Ali bin Abu Thalib (semoga Allah merahmati mereka semua), saya katakan kepadanya: Sebenarnya mereka menduga bahwa pidato itu di buat-buat, dan sebenarnya itu adalah gubahan Abu Aina…. Mendengar itu, Abu Hasan Zaid menjawab:
“Saya sendiri sudah melihat orang-orang tua dari keturunan Abu Thalib menghafalkan pidato itu dari ayah mereka. Dan saya sendiri menerima berita itu dari ayah, setelah dahulu, beliau menerimanya dari datuk saya, Husein, dan datuk saya itu langsung mendengar dari ibunya, Fatimah az-Zahra as, persis seperti redaksi yang engkau katakan itu”.

Fatimatuz Zahra’ wal Fatimiyyun (terjemahan), Abbas Mahmoud al Akkad.