jump to navigation

Orang Islam Kekal Dalam Neraka? 30 November 2010

Posted by yopie noor in Fiqih.
Tags: , , , , ,
add a comment

Soal:
Benar atau tidak jika orang Islam dimasukkan ke dalam neraka, maka mereka akan kekal padanya?

Jawab:
Orang Islam yang dimaksudkan disini ialah orang yang sudah menerima Agama Islam sebagai Agamanya. Orang yang sudah menerima Agama Islam berarti sedikit banyak telah beriman kepada Allah, Nabi Muhammad dan lain-lainnya sekalipun belum sempurna.

Orang Islam atau Mukmin, sesudah diperhitungkan (di hisab) amal baik dan jahatnya, lalu yang mesti masuk surga maka dimasukkan surga, dan yang mesti disiksa akan dimasukkan neraka.

Orang Islam Mukmin yang dimasukkan neraka itu tidak kekal di dalam neraka, karena ada sabda-sabda Nabi saw sbb:

يدخل اهل الجنة الجنة واهل النار النارثم يقول الله تعالى اخرجوامن كان في قلبه مثقال حبة من خردل من ابمان فيخر جون منها قداسودوافيلقون في نهرالحياة

Artinya: Ahli surga akan masuk ke dalam surga dan ahli neraka masuk ke dalam neraka. Kemudian Allah Ta’ala akan berkata (kepada penjaga neraka): Keluarkanlah orang yang di dalam hatinya ada iman seberat biji sawi, lalu mereka dikeluarkan dari neraka, sedang mereka telah hitam (terbakar), lalu dicampakkan dalam sungai kehidupan. (HS. Bukhari: Iman 15, Muslim 1:362, Fathul Bari I:55, II:342).

“Orang-orang yang di dalam hatinya ada iman seberat biji sawi” itu adalah orang Mukmin atau orang Islam, Hadits ini menunjukkan mereka tidak kekal dalam neraka.

يخرج من النارمن قال لا اله الا الله وكان في قلبه من الخير ما يزن شعيرة

Artinya: Akan keluar dari neraka, orang yang berkata (meng-i’tiqadkan) bahwa “Tidak ada Tuhan (yang sebenarnya) melainkan Allah” dan di dalam hatinya ada kebaikan seberat beras belanda. (HS. Bukhari: Tauhid 19).

“Orang yang meng-i’tiqadkan tidak ada Tuhan selain Allah” adalah orang Mukmin atau orang Islam. Inipun menegaskan bahwa orang Mukmin/ Islam tidak akan kekal di dalam neraka.

Selain dari Hadits-hadits tersebut, ada beberapa Hadits Shahih lagi yang semakna dengannya.

al-Ustadz Abdul Qadir H.

Hukum Laki-laki Pakai Cincin Emas 25 November 2010

Posted by yopie noor in Fiqih.
Tags: , , ,
2 comments

Soal:

Bagaimana hukum orang laki-laki memakai cincin emas? Ada Hadits yang menurut pengetahuan saya cukup kuat, diriwayatkan oleh Bukhari yang melarangnya.

Jawab:

Hadits atau riwayat yang melarang memakai cincin emas memang ada dalam kitab Bukhari. Bahkan di lain-lain kitab ada juga. Di antaranya riwayat berikut:

عن ابى هريرة عن النبي ص انه نهى عن خاتم الذهب

Artinya: Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw bahwa beliau telah melarang (memakai) cincin emas. (HS. Bukhari, Fathul Bari 10: 245).

Dalam riwayat ini, diterangkan bahwa Nabi saw melarang memakai cincin emas. Tiap-tiap larangan dari Agama pada asalnya dihukum “haram”.

Tetapi hukum “haram” memakai cincin emas itu terpaling menjadi makruh dengan beberapa alasan berikut ini:

I. Menurut Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari 10: 246, bahwa Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan bahwa kurang lebih 7 orang sahabat Nabi saw yang memakai cincin emas, di antara mereka adalah: Sa’ad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, dan Shuhaib.

Tujuh orang sahabat yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah ini, walaupun tidak merupakan ijma’, tetapi dapat menunjukkan bahwa “larangan” Nabi saw memakai cincin itu BUKAN HARAM.

II. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanad yang shahih, dari Abi Safar, ia berkata: “Saya pernah melihat al-Baraa’ memakai cincin dari emas”.

Al-Baraa’ ini sahabat Nabi saw, ia berkata:

نهاناالنبي ص عن سبع نهى عن خاتم الذهب

Artinya: Nabi saw melarang kami tujuh perkara: beliau melarang (memakai) cincin emas. (HS. Bukhari, Fathul Bari 10: 244).

Dalam riwayat Bukhari ini, Baraa’ meriwayatkan bahwa Nabi saw “melarang” memakai cincin emas, tetapi dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah di atas, dinyatakan bahwa Baraa’ sendiri memakai cincin emas.

Maka kalau sekiranya larangan Nabi saw itu “haram”, tentu Baraa’ tidak akan berani melanggarnya. Ini menunjukkan “larangan” Nabi saw itu BUKAN HARAM tetapi makruh.

III. Nabi saw sendiri pernah memakai cincin emas, sebagaimana riwayat ini:

عن عبدالله بن عمر قال كان رسول الله ص يلبس خاتمامن ذهب فنبذه فقال لا البسه ابدافنبذ الناس خواتيمهم

Artinya: Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Adalah Rasulullah saw memakai cincin dari emas, lalu beliau campakkan dia, sambil berkata: “Aku tidak mau pakai dia selama-lamanya”. Lalu sahabat-sahabat juga membuang cincin (emas) mereka. (HS. Bukhari, Fathul Bari 10: 247).

Nabi saw campakkan cincin emas dan bersabda: bahwa beliau tidak mau memakainya selama-lamanya itu belum menunjukkan bahwa cincin emas itu haram dipakainya. Nabi saw berbuat dan berkata demikian, boleh jadi karena tidak suka sahabat menirunya dan boleh jadi juga karena lain hal. Jadi tidak tegas.

Kalau Nabi saw membuang cincin emas itu menunjukkan haram dipakainya, maka Nabi saw pernah juga membuang cincin perak, menurut riwayat dibawah ini:

Anas bin Malik berkata:

انه راي افي يد رسول الله ص خاتمامن ورق يوماواحدا ثم ان الناس اصطنعواالخواتيم من ورق ولبسوهافطرح رسول الله ص خاتمه فطرح الناس خواتيمهم

Artinya: Bahwa ia pernah melihat di tangan Rasulullah saw cincin dari perak pada satu hari, kemudian sahabat-sahabat membuat cincin dari perak dan mereka pakai dia, lalu Nabi saw buang cincinnya itu, maka sahabat-sahabatpun membuang cincin mereka. (HS. Bukhari, Fathul Bari 10: 247).

Tetapi kita sudah tahu bahwa tidak ada seorang ulamapun yang mengharamkan memakai cincin perak.

Kalau betul memakai cincin emas itu haram, berdasarkan dibuangnya, maka memakai cincin perakpun mestinya haram, karena dibuang juga.

KESIMPULAN:

Memakai cincin emas itu tidak haram, hanya makruh saja.

al-Ustadz Abdul Qadir H.

Penetapan Idul Adha 1431 H 14 November 2010

Posted by yopie noor in Tak Berkategori.
Tags: , , , ,
add a comment
Mohammad Iqbal Santoso

Pengasuh Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut

Ketua Dewan Hisab Rukyat PP Persatuan Islam

Berdasarkan Hisab dan Rukyat, diperoleh data sebagai berikut:

· Ijtima/Konjungsi Awal Bulan Dzulhijjah 1431 H Sabtu, 6 Nop 2010 jam 15.52 WIB

· Ketinggian bulan saat magrib Sabtu, 6 Nopember 2010 M di seluruh Indonesia antara -0,6′ sd +1,7′ (di Pelabuhan Ratu +1,5′)

· Walaupun sudah di atas ufuk ketinggian bulan tersebut tidak memungkinkan untuk terlihat, sehingga hilal belum/tidak wujud

· Dari seluruh wilayah Indonesia, tidak dilaporkan ada yang melihat Hilal

Berdasarkan data tersebut di atas, maka: Bulan Dzulqa’dah 1431 H ditetapkan 30 hari, sehingga 1 Dzulhijjah 1431 H ditetapkan Senin, 8 Nopember 2010 M dan Idul Adha 10 Dzulhijjah 1431 H = Rabu, 17 Nopember 2010 M

Dasar Hukum Penetapan tersebut adalah:

يَسْئَلُونَكَ عَنِ اْلأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ …
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang Hilal (bulan sabit). Katakanlah: “Hilal/ Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji… (QS Albaqarah 189)

صُوْمُوا لِرُؤيَتِهِ وَافطِرُوا لِرُؤيَتِهِ فَاِنْ غَبِيَ عَلَيكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلآثِينَ ( متفق عليه )

Artinya: Berpuasalah bila kalian melihatnya (hilal) dan ahirilah shaum bila kalian melihatnya (hilal). Tetapi jika terhalang maka genapkanlah bilangan Sya’ban 30 hari.

صُوْمُوا لِرُؤيَتِهِ وَافطِرُوا لِرُؤيَتِهِ فَاِنْ حَالَ بَبْنَكُم وَبَيْنَهُ سَحَابٌ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلآثِينَ ( رواه أحمد بن حنبل )

Artinya: Berpuasalah bila kalian melihatnya (hilal) dan ahirilah shaum bila kalian melihatnya. Tetapi jika antara kalian dengan hilal terhalang awan, maka genapkanlah bilangan Sya’ban 30 hari.

صُوْمُوا لِرُؤيَتِهِ وَافطِرُوا لِرُؤيَتِهِ فَاِنْْ أُغْمِيَ عَلَيْكُم فَاقْدُرُوا لَهُ ثَلآثِينَ ( رواه مسلم )

Artinya: Berpuasalah bila kalian melihatnya (hilal) dan ahirilah shaum bila kalian melihatnya (hilal). Tetapi jika terhalang maka tetapkanlah (shaum) 30 hari.

اِذَا رَأيْتُمُ الـهِلاَلَ فَصُوْمُوا واِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَاِن غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلاَثِينَ ( رواه مسلم )

Artinya: Apabila kalian melihat hilal, maka shaumlah dan jika kalian melihat hilal (kembali) maka ahirilah shaum. Tetapi jika terhalang (sehingga hilal tidak terlihat) shaumlah 30 hari

Lafadz-lafadz: فَاِنْ غَبِيَ عَلَيكُمْ – فَاِنْ حَالَ بَبْنَكُمء وَبَيْنَهُ سَحَابٌ – فَاِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُم – فَاِن غُمَّ عَلَيْكُمْ dalam hadits tersebut di atas mengandung makna bahwa: jika bulan “tidak terlihat sebagai hilal” atau “terhalang” (walaupun berada di atas ufuq) maka bulan tersebut tidak/ belum wujud menjadi hilal atau tidak bisa disebut hilal.

Sunnah seputar Dzulhijjah

· 9 Dzulhijjah disunnatkan untuk melaksanakan shaum Arofah. Shaum Arofah tidak mesti sama waktunya dengan kegiatan wuquf di Arofah, karena waktu shaum dan Sholat ditentukan berdasarkan waktu setempat bukan waktu ‘Arofah atau waktu daerah lainnya

· 10 Dzulhijjah disunnahkan untuk Shalat Idul Adha di lapangan terbuka

· 10 sampai 13 Dzulhijjah disunnahkan menyembelih hewan qurban.

oleh: persis.or.id

Minum Air Susu Isteri 29 Oktober 2010

Posted by yopie noor in Fiqih.
Tags: , , , , , ,
1 comment so far

Soal:
Anak perempuan saya telah dicerai oleh lakinya, karena dianggap sebagai ibunya dengan sebab bergurau suami isteri, sehingga si suami meminum air susu isterinya. Perceraian ini belum saya terima karena naib di tempat kami tidak dapat memberi putusan. Oleh karena itu, harap pertolongan bapak mengirim putusannya pada saya.


Jawab:
Nabi Muhammad pernah bersabda:

لاتحرم الرضعة اوالرضعتان

Artinya: Sekali atau dua kali menetek tidak mengharamkan. (HS. Muslim).

Ada pula sabda Nabi saw begini:

لاتحرم الخطفة والخطفتان

Artinya: Sekali menyusu dengan lintasan dan dua kali menyusu dengan lintasan itu, tidak mengharamkan. (HS. Nasa’i).

Dilain Hadits Rasulullah bersabda:

لاتحرم الاملاجة والاملاجتان

Artinya: Sekali menyusui dan dua kali menyusui itu, tidak mengharamkan. (HS. Muslim).

Tiga Hadits dengan tiga macam lafadz tersebut menunjukkan bahwa:

  1. apabila seorang menetek kepada seorang perempuan asing sekali atau dua kali
  2. apabila seorang menyusu secara lekas-lekas kepada seorang perempuan asing, sekali atau dua kali
  3. apabila seorang perempuan asing menyusui seseorang, sekali atau dua kali

Maka tiga macam sifat penyusuan itu tidak menjadikan laki-laki yang menyusu itu haram kawin dengan perempuan yang menyusuinya.

Dalam Hadits-hadits tersebut dan lain-lain yang tidak tercantum disini, juga tidak ada dibeda-bedakan antara penyusuan anak-anak dan orang yang sudah dewasa. Jadi, dalam hukum penyuptan itu termasuk penyusuan anak-anak dan penyusuan orang yang sudah dewasa.

Malah penyusuan orang dewasa ini pernah terjadi di zaman Nabi saw sebagaimana riwayat berikut:

‏ عن عائشة ان سالمامولى ابي حذيفة كان مع ابي حذيفة واهله في بيتهم فاتت (تعنى ابنة سهيل) النبي ص فقالت ان سالما قدبلغ مايبلغ الرجال وعقل ماعقلواوانه يدخل عليناواني اظن ان في نفس ابي حذيفة من ذلك شيئا فقال لهاالنبي ص ارضعيه تحر مي عليه ويذ هب الذي في نفس ابي حذ يفة فرحعت فقالت اني قدارضعته فذهب الذي في نفس ابي حذيفة

Artinya: Dari Aisyah, bahwa Salim, anak angkat Abi Hudzaifah adalah bersama Abi Hudzaifah dan isterinya di rumah mereka. Lalu ia (yakni anak perempuan Suhail) datang kepada Nabi saw dan berkata: “Bahwa sesungguhnya Salim telah baligh sebagaimana orang-orang yang telah baligh dan ia berfikiran sebagaimana orang berfikir dan sesungguhnya ia biasa keluar masuk di rumah kami. Sebenarnya aku rasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan Abi Hudzaifah terhadap itu”. Maka Nabi bersabda kepadanya: “Susuilah dia, maka (dengan demikian) engkau menjadi haram (kawin) kepadanya, dan tentu hilanglah perasaan yang ada pada Abi Hudzaifah itu”. Lalu ia pulang, lalu ia berkata: Sesungguhnya aku telah menyusui dia, maka hilanglah perasaan (tidak enak) yang ada pada Abi Hudzaifah. (HS. Muslim).

Tiga Hadits yang tersebut dipermulaan mengatakan sekali dua kali penyusuan tidak menjadikan haram perkawinan. Timbul pertanyaan: “Berapa susuan mengharamkan?”. Secara biasa, orang akan faham bahwa yang dapat mengharamkan perkawinan itu ialah tiga kali penyusuan, sebab sekali dan dua kali tidak menjadikan haram.

Orang yang berpegang kepada faham ini, tentu menetapkan bahwa tiga kali susuan itulah yang menjadikan haram perkawinan antara yang menyusu dan yang menyusuinya.

Tetapi dari kejadian di masa Nabi saw kita dapati bahwa lima kali susuan yang mengharamkan perkawinan itu, yaitu tatkala Nabi menyuruh Sahlah binti Suhail menyusui Salim tersebut dalam riwayat Muslim diatas, Nabi bersabda kepadanya:

ارضعيه خمس رضعات

Artinya> “Susuilah Salim lima kali susuan”. (HR. Malik).

RINGKASAN

Keterangan-keterangan diatas dapat kita ringkaskan demikian:

  1. penyusuan sekali atau dua kali belum mengharamkan perkawinan.
  2. penyusuan lima kali baru mengharamkan perkawinan.
  3. penyusuan lima kali ini tidak mesti berturut-turut, sebab dalam Hadits-hadits tidak ada keterangannya: Jadi, boleh berpisah-pisah atau berangsur-angsur.
  4. dalam penyusuan yang ditujukan oleh Hadits-hadits Nabi itu, termasuk penyusuan anak-anak dan juga orang yang sudah dewasa, laki-laki dan perempuan.
  5. yang dimaukan dengan penyusuan itu, adalah minum (menghisap) air susu perempuan dari puting susunya sehingga ditelannya.

Demikianlah hukum-hukum pokok tentang penyusuan.

Terhadap kejadian atas diri anak saudara (penanya) itu, hendaklah lebih dulu saudara periksa:

  1. adakah suaminya itu menghisap sampai lima kali?
  2. adakah yang dihisapnya itu betul-betul susu dari puting susunya anak saudara itu?
  3. adakah air susu itu ditelan?

Kalau ada fasal ini, maka tidaklah mereka menjadi suami isteri lagi, tetapi menjadi anak dan ibu susu.

Sekian dulu.

al-Ustadz Abdul Qadir H.

Kemanakah Amal Orang Kafir 25 Oktober 2010

Posted by yopie noor in Fiqih.
Tags: , , , , ,
3 comments

Soal:
Bagaimana segala macam amal orang kafir atau kafir kitaby, misalnya amalan yang berguna untuk makhluk di dunia?


Jawab:
Amal-amal orang yang bukan Islam itu boleh kita bagi dua:

  1. ada yang berhubungan dengan upacara-upacara yang lazim kita sebut ibadat, dan
  2. ada yang berhubungan semata-mata dengan keduniaan umpamanya obat-obatan, alat-alat tehnik dan lain-lain yang berguna dan dapat menolong makhluk yang ada di dunia

Maka untuk kedua-dua macam amal itu ada beberapa firman Allah dalam Qur’an yang diantaranya berbunyi:

ومن يكفر بالايمان فقد حبط عمله وهو فى الاخرة من الخاسرين

Artinya: Dan barangsiapa menolak iman (= tidak percaya), maka sesungguhnya gugurlah (ganjaran) amalnya, sedangkan dia di akhirat daripada orang-orang yang rugi. (al-Maidah 5).

Firman Allah lagi:

والذين كذبواباياتنا ولقاءالا خرة حبطت اعمالهم هل يجزون الاماكانوايعملون

Artinya: Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami (=tidak mau percaya), dan (tidak mau percaya) pertemuan Akhirat, gugurlah amal-amal mereka. Bukanlah tidak dibalas mereka melainkan apa yang pernah mereka kerjakan. (al-A’raf 147).

Maksudnya: Orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan tidak percaya kepada hari kemudian, gugurlah ganjaran-ganjaran untuk amal-amal mereka. Mereka tidak dibalas oleh Allah, melainkan apa yang pernah mereka lakukan, yaitu Allah akan membalas atas pendustaan mereka akan ayat-ayat-Nya dan kekufuran mereka tentang Akhirat.

Di lain ayat -terhadap orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya dan tidak mau percaya adanya Akhirat- Allah berfirman:

فلانقيم لهم يوم القيامة وزبا

Artinya: karena itu, Kami tidak adakan timbangan (amal) untuk mereka pada hari Qiyamat. (al-Kahfi 105).

Dan ada banyak lagi ayat-ayat Qur’an yang sama maknanya dengan yang tertera diatas, tersebut dalam surah-surah al-An’am 83, Hud 18, at-Taubah 18, dan 69, al-Baqarah 218, al-Maidah 54 dan Ali ‘Imran 23.

Ayat-ayat itu semua menetapkan bahwa sekalian macam amal perbuatan orang yang bukan Islam, baik berbentuk ibadat atau keduniaan, baik atau tidak, bermanfaat kepada manusia atau tidak, tidaklah mendapat ganjaran dari Allah swt.

Dasar daripada sekalian ini, ialah karena orang itu kufur yakni tidak mau beriman sebagaimana yang ditentukan Allah dalam Agama-Nya yang sah, yaitu Islam.

Hal mendapat balasan atau tidak, masuk surga atau tidak itu adalah urusan Allah yang ditentukan sebagai suatu kepercayaan. Maka orang yang tidak mau percaya kepada Agama yang membawa ketentuan ini berarti tidak percaya kepada itu. Kalau begini, seharusnya orang yang bukan Islam itu tidak perlu cerewet-cerewet mengurus amalannya. Ia boleh berbuat menurut apa yang dikehendakinya.

Kita yang percaya kepada ketentuan Allah itu pula tidak perlu mengurus hal amal orang bukan Islam, karena ia bukan anggota dari sesuatu Agama yang membawa ketentuan itu.

al-Ustadz Abdul Qadir H.

Memilih Pemimpin Yang Bukan Islam 25 Oktober 2010

Posted by yopie noor in Fiqih.
Tags: , , , , ,
1 comment so far

Soal:
Bagaimana hukum orang Islam yang menjadikan orang yang bukan Muslim atau yang tidak suka kepada Islam, sebagai pemimpinnya dalam menuntut cita-cita kenegaraannya?


Jawab:
Orang Islam tidak dibenarkan mengangkat atau menganggap atau menjadikan pemimpin mereka dalam urusan-urusan pokok, terutama dalam urusan kenegaraan, melainkan orang-orang yang betul-betul Muslim.

Firman Allah:

ياايهاالذين امنو الاتتخذوا الكاقرين اولياءمن دون المؤمنين

Artinya: Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir itu sebagai ketua-ketua (kamu) padahal mereka bukan dari kaum Mukminin. (an-Nisa’ 144).

Kafir itu ialah:

  1. orang-orang yang bukan Islam.
  2. orang yang menganggap bahwa hukum Islam itu tidak baik atau tidak pantas untuk dijalankan dalam sesuatu negara.
  3. orang yang berpendirian ada hukum yang lebih baik dari hukum-hukum Allah.
  4. dan lain-lain makna yang seumpama dengan yang tersebut pada a, b, dan c diatas

Maka menurut ayat an-Nisa’ tersebut, dilarang kita menjadikan pemimpin kita dari semua macam orang yang termasuk dalam kata-kata kafir diatas.

Orang yang mengatakan dirinya Muslim, tetapi tidak suka hukum-hukum Islam berlaku dalam negara, berarti ia menganggap hukum-hukum Allah tidak baik, atau sudah tidak layak dijalankan, ata ia menganggap ada hukum yang lebih baik dari hukum-hukum Allah (Islam).

Orang yang demikian tentu termasuk dalam kata-kata kafir itu.

Firman Allah:

يحلفون بالله لكم ليرضولم والله ورسوله احق ان يرضوه ان كانو امؤمنين

Artinya: Mereka itu bersumpah kepada kamu dengan nama Allah untuk menyenangkan hati kamu, padahal Allah dan Rasul-Nya lebih patut mereka senangkan, jika betul mereka itu orang-orang Mukminin. (at-Taubah 62).

Yang patut dan wajib dijadikan pemimpin oleh umat Islam ialah sebagaimana firman Allah:

انماو ليكم الله ورسوله والذين امنو ايقيمون الصلاة ويؤ تون الزكاة وهم راكعون

Artinya: Pemimpin (ketua) kamu itu tidak lain melainkan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat, padahal mereka merendah diri. (al-Maidah 55).

al-Ustadz Abdul Qadir H.

Jalan Untuk Bercerai Dari Suami 30 September 2010

Posted by yopie noor in Fiqih.
Tags: , , , ,
1 comment so far

Soal:
Seorang isteri yang sah dari seorang suami bertahun-tahun tidak diberi belanja nafkah dan tidak pula bergaul dengan isteri. Si isteri sudah berkali-kali minta cerai tetapi tidak berhasili. Maka bagaimana jalannya supaya si isteri ini keluar dari ikatan suaminya itu, dan bagaimana hukumnya?

Jawab:
Seorang suami diwajibkan Agama memberi nafkah kepada isterinya. Sabda Nabi saw:

الاوحقهن عليكم ان تحسنوا اليهن فى كسوتهن وطعا مهن

Artinya: Ketahuilah hak-hak isteri atas kamu, ialah kamu berlaku baik kepada mereka tentang memberi pakaian dan memberi makan mereka. (HR. Turmudzy).

Kalau suami tidak memberi nafkah dengan tidak ada sebab yang dapat dianggap, maka berdosalah dia.

Terhadap kejadian seperti yang ditanyakan itu, si isteri boleh minta dicerailkan dari suaminya.

Diriwayatkan:

ان النبي ص فى الرجل لايجد ماينفق على امر أته قال يفرق بينهما

Artinya: Bahwa Nabi saw pernah bersabda tentang orang yang tidak dapat membelanjai isterinya: “Dipisahkan antara kedua-duanya”. (HR. Daraquthny dan Baihaqy).

Hadits ini dikuatkan dengan riwayat dari Syafi’i, Abdurrazaq, Ibnul Mundzir, Aa’id bin Mashur dan lain-lain.

Jalan untuk keluar dari ikatan laki-laki itu adalah: si isteri pergi kepada hakim Pengadilan Agama yang mengurus perkawinan, lalu ceritakan keberatan-keberatan itu kepada si Hakim. Sesudah diperiksa kalau Hakim dapat menerima pengaduan isteri, tentu dapat diceraikan. Perceraian ini dinamakan Fasakh.

Kalau Hakim tidak suka menerima dan mengurus pengaduan perempuan itu, boleh ia minta supaya Hakim menceraikan antara dia dengan lakinya dengan mengembalikan mahar dari suami saja, tidak lebih dari itu.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata:

جاءت امرأة ثابت بن قيس بن شماس الى رسول الله ص فقالت يارسول الله ااني مااعتب عليه في خلق ولادين ولكن اكره الكفر فى الاسلام فقال رسول الله ص اتردين عليه حد يقته قالت نعم فقال رسول الله ص اقبل الحديقة وطلقها تطليقة

Artinya: Isteri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada Rasulullah saw. Ia berkata: Ya Rasulullah! Sesungguhnya saya tidak mencela Tsabit tentang kelakuannya dan tidak pula tentang Agamanya, tetapi saya takut kufur (tidak dapat melakukan kewajiban bersuami isteri) dalam Islam. Sabda Rasulullah saw: “Maukah engkau mengembalikan kebunnya?”. Jawabnya: “Mau”, lalu Nabi berkata (kepada Tsabit): “Terimalah kebunmu itu, dan ceraikanlah dia satu thalaq”. (HR. Bukhari dll).

Kebun Tsabit itu asalnya sebagai mahar kepada isterinya. Yang Nabi suruh kembalikan hanya kebunnya saja.

Di riwayat lain diterangkan bahwa tebusan itu tidak boleh ditambah-tambah.

Hakim yang mengerti dan sadar, dengan segera akan menceraikan antara kedua suami-isteri itu.

Tetapi kalau Hakimnya berat sebelah, tentu hal tersebut akan dipersukar atau menjadi sukar bertahun-tahun.

al-Ustadz Abdul Qadir H.

Hukum Mengatapi Kuburan dan Bangunan Pada Kuburan Nabi saw 28 September 2010

Posted by yopie noor in Fiqih.
Tags: , , , ,
12 comments

Hukum Mengatapi Kuburan

Soal:
Bolehkah mentegel, mengubin atau memberi atap atas kuburan?

Jawab:
Tentang masalah tersebut, ada diriwayatkan seperti dibawah ini:

قال جابرنهى رسول الله ص ان يبنى على القبرا ويزادعليه

Artinya: Kata Jabir: Rasulullah saw telah melarang didirikan sesuatu di atas kubur atau ditambah atasnya (HSR. Nasa’ie).

قال علي لابي الهياج الاسدي ‏:‏ ابعثك على مابعثني رسول الله ص ان لاتدع تمثالا الاطمسته ولاقبرا مشرفا الاسويته

Artinya: Telah berkata ‘Ali kepada Abul Hayya al-Asadie: Aku mengutusmu sebagaimana Rasulullah pernah mengutus aku, yaitu bahwa tidak boleh engkau membiarkan satupun patung melainkan hendaklah engkau hancurkan dia dan (tidak boleh engkau biarkan) sesuatu kuburan yang tinggi, melainkan hendaklah engkau ratakan dia. (HSR. Muslim dan Ahmad).

Keterangan:

  1. Riwayat dari Jabir itu menunjukkan terlarang mendirikan apa-apa di atas kuburan dan terlarang menambah apa-apa diatasnya.
  2. Riwayat dari ‘Ali menunjukkan bahwa kubur yang sudah pernah ditinggalkan orang, hendaklah diratakan.

“Mentegel”, “mengubin” dan “memberi atap” termasuk dalam kata-kata “didirikan” yang ada di riwayat Jabir tersebut.

Oleh karena itu, terlarang mentegel, mengubin dan memberi atap atas sesuatu kuburan.

Bangunan Pada Kuburan Nabi saw

Soal:
Bolehkah kuburan Islam diberi bangunan di atasnya? Mengapa makam Nabi dan shahabatnya ada bangunan? Begitu juga Jendral Sudirman?

Jawab:
Di al-Muslimun (lihat soal diatas -admin), sudah tersebut larangan Agama membangun di atas sesuatu kuburan Islam. Diperintah oleh Rasulullah saw supaya diratakan kubur-kubur itu. Ini pokok dari Agama kita. Siapa saja yang melanggarnya tentulah kita katakan ia salah.

Sekarang mari kita periksa bagaimana bentuk kuburan Nabi dan shahabat-shahabatnya.

Menurut riwayat, Rasulullah wafat di Madinah dalam rumah ‘Aisyah. Kata ‘Aisyah:

فلماكان يومي قبضه الله،.. بين سحري ونحري ودفن في بيتي

Artinya: …Tatkala tiba giliran (Nabi) di rumahku, maka Allah ambil beliau ketika sedang bersandar di dadaku, dan ditanam di rumahku. (HSR. Bukhari).

Sepanjang tarikh, rumah ‘Aisyah terletak di pinggir sebelah timur masjid Nabi saw, dan rumah ‘Aisyah ini pada permulaannya diluar dari batas masjid Nabi saw.

Dekat kuburan Nabi saw yang di dalam rumah ‘Aisyah ini, ada pula kuburan Abu Bakar dan Umar.

Kuburan Nabi dan shahabat-shahabatnya ini pada asalnya rata dan tidak ada bangunan apa-apa di atasnya. Kata al-Qasim bin Muhammad,

دخلت على عائشة فقلت ياامه اكشفي لي عن قبررسول الله ص وصاحبيه فكشفت له عن ثلاثت قبور لامشرفة ولاطئة

Artinya: Saya masuk ke rumah ‘Aisyah, lalu saya berkata: “Wahai ibu, tolong unjukkan kepadaku kuburan Rasulullah saw dan kuburan dua shahabat beliau (Abu Bakar dan Umar)”. Kemudian ‘Aisyah menunjukkan kepadanya tiga kuburan yang tidak tinggi dan tidak terlalu rata… (HR. Abu Dawud dan Hakim).

Kejadian tersebut di masa pemerintahan Mu’awiyah antara tahun 41 dan 60 H, sedang Rasulullah wafat pada tahun 11 H.

Dalam pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, kuburan Nabi saw ditinggikan orang sampai empat jari.

Demikianlah sedikit demi sedikit ditambah-tambah sampai seperti keadaan sekarang yang sangat bertentangan dengan larangan-larangan Nabi dalam hal ini.

Rasulullah saw yang telah memberi hukum harus diratakan tiap-tiap kuburan, kalau dapat memberi tahu kepada kita bahwa kuburan beliau dibangun dan dipuja-puja orang, pasti beliau akan memerintahkan supaya diratakan.

Shahabat-shahabat beliau, terutama Khulafa-urrasyidin yang mentaati larangan Nabi, tentu tidak akan membangun atau meninggikan sesuatu kuburan.

Mereka tidak akan ridha kuburan-kuburan mereka ditinggikan, malah kalau dapat, tentu mereka akan menyuruh supaya diratakan, seperti perbuatan Khalifah Ali.

Sesudah kita mengetahui hukum dan riwayat-riwayat kuburan Nabi saw di atas, dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa perbuatan-perbuatan ummat Islam yang menyalahi hukum-hukum Agamanya, tidaklah patut menjadi contoh bagi yang insyaf.

Demikian pula dengan makam Jendral Sudirman dan lain-lain yang sudah ada dan akan diperbuat oleh manusia walau bagaimanapun banyaknya, tidak dapat menjadi alasan untuk ummat yang semata-mata berpedoman kepada Qur’an dan Hadits.

Oleh: al-Ustadz Abdul Qadir H.

Cara Menjunjung Tinggi Islam 25 September 2010

Posted by yopie noor in Fiqih, Tak Berkategori.
Tags: , , , ,
add a comment

Soal:
Berdasarkan dalil berikut:

الاسلام يعلو ولايعلى

Islam itu tinggi dan tiada diatasi

bagaimanakah cara kita menjunjung tinggi agama Islam, dan bagaimana kita dapat mempengaruhi khalayak ramai?

Jawab;
Cara menjunjung agama Islam diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. dengan yakin, taat dan sungguh-sungguh, masing-masing kita mengerjakan perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya; yang haram tetap diharamkan, yang halal tetap dihalalkan, yang sunnat tetap disunnatkan, yang makruh tetap dimakruhkan.
  2. dalam memenuhi tuntutan agama pada (a) itu, tidak dicari-cari jalan untuk berlepas diri diri dari perintah-perintah/ larangan-larangan atau mengentengkan sesuatu hukum agama, karena alasan perasaan, hukum psikologi, adat, politik, keadaan, kedudukan, kekeluargaan dan sebagainya kecuali dalam peristiwa yang memang memaksa, yang akan membawa kebinasaan jika tidak dilakukannya, umpamanya seperti makan bangkai, ini kita telah mengetahui yaitu haram, tetapi dalam suatu masa kelaparan di mana tidak ada sama sekali makanan selain dari bangkai, serta di ketika itu kalau tidak dimakan akan membawa maut, maka di waktu sementara itu boleh kita makan bangkai sekedar melepaskan bahaya.
  3. benar-benar mencontoh jejak Nabi saw terutama dalam urusan ibadat.
  4. sebelum mengerjakan sesuatu yang kita tidak mengetahui hukum agama padanya, hendaklah terlebih dahulu kita memeriksa: boleh atau tidaknya.
  5. amal-amal, kepercayaan-kepercayaan, anggapan-anggapan, jalan-jalan fikiran yang kita terima turun temurun hendaklah lebih dahulu disesuaikan dengan ajaran-ajaran agama: benar begitu atau tidaknya.
  6. bersikap tegas terhadap sesuatu penghinaan yang orang tujukan atau lakukan atas agama kita.
  7. mengadakan sistem tegur-menegur (nahi munkar) antara kita dengan saudara kita, dalam arti mau menerima dan memberi teguran dengan dasar kejujuran.

Jalan untuk mempengaruhi rakyat supaya mereka dapat menjunjung agama itu, memang agak sukar, terutama dalam negeri seperti Indonesia dimana Islam tidak menjadi agama rakyat, tambahan pula usaha-usaha pembenci agama yang hendak memecah-belah ikatan-ikatan persaudaraan Islam.

Tetapi kalau di antara kita, sebagian besarnya suka mengajak orang kepada Islam dimana saja ia berada, suka bertabligh disana sini, suka mengajarkan agama dengan gambaran yang sebenarnya, suka memperbanyak kitab-kitab agama, suka mendidik orang supaya tidak bertaqlid saja bilamana semua itu dilakukan dengan penuh kebijaksanaan, tetap dan tidak jemu-jemu, maka dalam sedikit masa kita akan dapat melihat bagaimana besarnya pengaruh Islam kepada khalayak ramai.

Sebaliknya kalau sikap kita masa bodoh, sikap pasif, sikap optimis saja yang kita aju-ajukan, karena terpengaruh dengan besarnya ummat Islam dan masa keemasan Islam dulu, bolehlah kita menunggu kemunduran dan kehinaan yang lebih menyedihkan.

al-Ustadz Abdul Qadir H.

Kedudukan Kata-Kata Bunuh dalam al-Quran 22 September 2010

Posted by yopie noor in Fiqih.
Tags: , , , , ,
add a comment

Soal:
Dalam al-Muslimun (suatu majalah), ada kalimat berbunyi “Kalau kamu telah setuju mengetuakan seseorang, lalu datang orang lain yang hendak memecahkan persatuan kamu atau merobek partai kamu, hendaklah kamu bunuh dia” (R. Muslim). Yang kami tanyakan adalah yang bersifat “bunuh”. Bila maksud Bapak menyuruh penggemar al-Muslimun untuk membunuh sesama manusia, apabila maksud Bapak tidak demikian, maka besar harapan kami, jangan terulang lagi kata-kata bunuh, karena dalam kata-kata bunuh dan pembunuhan ada sifat yang kejam.

Jawab:

Hadits di al-Muslimun no. 5 itu, adalah sabda Rasulullah saw. Bunyinya begini:

من اتاكم وامركم جميع على رجل واحديريدان يشق عصاكم اويفرق جماعتكم فاقتلوه

“Persatuan” atau “partai” yang ditujukan dalam Hadits Nabi saw itu ialah: “pemerintahan”.

Maka, kalau kita umat Islam telah menyetujui seseorang menjadi ketua (kepala, presiden, dll) dalam suatu pemerintahan lalu datang orang yang hendak merusak “pemerintahan” kita itu, Rasulullah saw menyuruh orang itu dibunuh.

Hendaklah saudara mengetahui, bahwa dalam suatu Negara Islam juga dalam negara-negara lain tidak dibenarkan rakyat menjadi hakim sendiri-sendiri. Untuk menghukum seseorang itu, ada badan yang tertentu.

Kalau kami membawakan firman Allah:

والسارق والسارقة فاقطعواايد يهما…

Artinya: “Pencuri (laki-laki) dan pencuri (perempuan) itu, hendaklah kamu potong tangan mereka…”. (al-Maidah 38).

Tidaklah berarti bahwa apabila seseorang melihat orang mencuri, lalu ia boleh memotong tangan pencuri itu. Tetapi urusan itu hendaklah ia serahkan kepada badan (bagiannya) yang tertentu, yaitu polisi umpamanya. Dan tidak berarti kami menyuruh langganan al-Muslimun memotong tangan pencuri.

Begitulah kata-kata “bunuh” yang tersebut dalam Hadits tadi, sudah tentu bukan tugas masing-masing orang, tetapi menjadi tugas pemerintah.

Perintah membunuh itu bukan dari kami, tetapi dari Nabi saw. Kami tidak bermaksud supaya tiap-tiap orang menjalankan pembunuhan itu, tetapi kami bermaksud supaya suatu Pemerintahan Islam menjalankan perintah tersebut.

Oleh karena itu, anjuran saudara supaya jangan terulang lagi kata-kata bunuh itu tidak dapat kami terima, selama yang kami bawakan itu adalah ayat Qur’an atau Hadits Nabi saw.

al-Ustadz Abdul Qadir H.